di Asia Musim Depan, Segini Jatah Kompetisi Klub Indonesia

di Asia Musim Depan, Segini Jatah Kompetisi Klub Indonesia
Ketika peluit panjang Liga 1 2024/25 berbunyi, sorak-sorai kemenangan tak cukup menutupi kenyataan pahit yang menanti di depan. Di balik euforia, kabar dari PT Liga Indonesia Baru (LIB) menohok hati para pencinta sepak bola Tanah Air—jatah klub Indonesia di kompetisi Asia musim depan menyusut. Tak hanya soal jumlah, tapi juga tentang derajat LIGALGO.
Tiket Asia: Milik Siapa dan ke Mana?
Dalam pengumuman resminya, LIB menyampaikan bahwa untuk musim 2025/26, Indonesia hanya mendapat dua tiket kompetisi Asia:
- 1 tiket Playoff AFC Champions League (ACL) 2
- 1 tiket Playoff AFC Challenge League (ACGL)
Sang juara Liga 1 2024/25, Persib Bandung, akan mengemban tanggung jawab tampil di babak playoff ACL 2. Sementara sang runner-up Liga 1 akan melangkah ke babak playoff ACGL. Tidak ada lagi kemewahan langsung ke fase grup seperti musim sebelumnya. Segalanya kini dimulai dari titik nol: fase gugur.
Dari Fase Grup ke Playoff: Sebuah Kemunduran yang Terukur
Musim ini, Indonesia mengalami degradasi jatah kontinental. Sebuah kemunduran yang mungkin terasa tak kasatmata, namun dampaknya terasa di setiap lini.
Bandingkan saja:
- Musim 2024/25, Persib langsung melaju ke fase grup ACL 2.
- Madura United, tampil tanpa playoff di ACGL dan menembus hingga semifinal, sebelum ditumbangkan klub Kamboja, Svay Rieng.
Namun di musim depan, alur itu terhenti. Tak ada tiket otomatis ke fase grup. Semuanya harus diperjuangkan dari awal. Ini bukan sekadar perubahan sistem, ini penurunan marwah.
Ranking Asia: Menjelaskan Akar Masalah
Jatuhnya jatah Indonesia di kancah Asia tak bisa dilepaskan dari peringkat kompetisi liga nasional. Saat ini, Indonesia berada di peringkat ke-28 Asia. Sebuah penurunan signifikan dari posisi ke-26 musim sebelumnya.
Posisi ini krusial. Dalam sistem koefisien AFC, ranking kompetisi menentukan jatah tiket dan status masuk—apakah langsung ke fase grup atau harus berjuang di babak playoff. Dengan makin banyaknya liga negara lain yang menunjukkan konsistensi dan peningkatan, Indonesia pun tergeser pelan-pelan.
Apa yang Salah? Dan Siapa yang Bertanggung Jawab?
Pertanyaannya, kenapa kualitas kompetisi kita mandek? Apakah ini soal manajemen liga, kualitas wasit, atau sekadar inkonsistensi klub? Atau semuanya?
Persib yang gagal lolos dari fase grup ACL 2 2024/25 menjadi contoh. Sementara Madura United yang mengharumkan nama di ACGL tak cukup mengangkat peringkat nasional. Prestasi klub di Asia adalah cerminan langsung dari kualitas domestik.
Dan ketika kompetisi nasional tak mampu mendongkrak koefisien AFC, maka semua harus bersiap menghadapi konsekuensinya—mulai dari kurangnya eksposur internasional, sampai potensi kesulitan menarik sponsor global.
Masa Depan Klub Indonesia di Asia: Harapan atau Harapan Palsu?
Yang tersisa hanyalah harapan. Harapan bahwa Persib mampu menembus playoff dan kembali membawa panji Indonesia ke fase grup ACL 2. Harapan bahwa runner-up Liga 1 nanti bisa mencatat sejarah di ACGL.
Tapi harapan, tanpa perubahan sistematis dan peningkatan kualitas kompetisi nasional, hanya akan menjadi gema kosong di stadion yang perlahan sepi.
Solusi? Bukan Sekadar Wacana
Jika sepak bola Indonesia ingin kembali duduk di meja kehormatan Asia, maka:
- Pembinaan usia dini harus diperkuat.
- Sistem liga harus lebih profesional dan bebas dari polemik.
- Klub harus fokus pada performa kontinental, bukan hanya domestik.
- Federasi dan operator liga perlu kolaborasi lintas sektor demi peningkatan ranking.
Karena pada akhirnya, tiket ke Asia bukan sekadar jatah. Ia adalah bentuk pengakuan. Dan saat pengakuan itu menyusut, kita tahu: waktunya bukan menyesal, tapi berbenah.